ug

Sabtu, 10 Juni 2017

INDUSTRI

INDUSTRI


Industri berasal dari inggris yaitu industry, berasal dari bahasa prancis kuno yaitu industrie yang berarti  aktivitas, namun terdapat beberapa pengertian lebih spesifik tentang industri.
1.      Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
2.      Menurut Toto Hadikusumo (1990), industri adalah suatu unit atau atau kesatuan produk yang terletak pada suatu tempat tertentu yang meletakkan kegiatan untuk menubah barang-barang secara mekanis atau kimia, sehingga menjadi barang (produk baru yang sifatnya lebih dekat pada konsumen terakhir), termasuk disini memasang bahagian dari suatu barang (ansembling).
3.      Menurut G. Kartasapoetra (1987), industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi menjadi barang yang nilainya lebih tinggi.
4.      Kuwartojo (dalam Setyawati, 2002), mendefenisikan industri sebagai kegiatan untuk menghasilkan barang-barang secara massal, dengan mutu yang bagus untuk kemudian dijual dan diperdagangkan. Guna menjaga kemassalannya digunakan sejumlah tenaga kerja dengan peralatan, teknik dan cara serta pola kerja tertentu.
pengertian lain, kata industri sering disebut sektor industri manufaktur/pengolahan yaitu salah satu lapangan usaha dalam perhitungan        pendapatan nasional menurut pendekatan produksi (Hastina, 2007). Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya. Penggolongan yang paling universal ialah berdasarkan International Standard of Industrial Classification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan kepada sembilan golongan sebagaimana tercantum di bawah ini (Dumairy, 1996) :
1.      Industri makanan, minuman dan tembakau.
2.      Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
3.      Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga.
4.      Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.
5.      Industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik.
6.      Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara.
7.      Industri logam dasar.
8.      Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya.
9.      Industri pengolahan lainnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 mengklasifikasikan industri manufaktur kedalam empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil, industri rumah tangga
Klasifikasi industri besar dan sedang merupakan industri yang memiliki modal besar dan atau modal yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, sistem administrasi dan manajerial yang tertentu, dan pemimpin perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri keramik, industri konveksi, industri tekstil, indsutri mobil, industri persenjataan, industri besi baja, dan lain-lain.
Klasifikasi industri kecil dan rumah tangga merupakan industri yang memiliki modal relatif kecil dan terbatas, tenaga kerja biasanya berasal dari anggota keluarga dan lingkungan sekitar, pemilik atau pengelola industri biasanya kepala keluarga. Misalnya: industri anyaman, industri tahu/tempe, industri batu bata, industri genteng, industri makanan ringan, dan lain-lain.
Kebijakan “melihat keluar” sering diidentikkan dengan perdagangan bebas dan kebijakan promosi ekspor. Sementara itu, kebijakan “melihat kedalam” diartikan kebijakan yang proteksionis dan lebih menekankan pada substitusi impor (Kuncoro, 2007). Substitusi impor adalah industri domestik yang membuat barang-barang menggantikan impor, sedangkan strategi promosi ekspor lebih berorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri.


Sumber
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../4/Chapter%20II.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar