INDUSTRI
Industri berasal dari
inggris yaitu industry, berasal dari bahasa prancis kuno yaitu industrie yang
berarti aktivitas, namun terdapat
beberapa pengertian lebih spesifik tentang industri.
1. Menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,
dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
2. Menurut
Toto Hadikusumo (1990), industri adalah suatu unit atau atau kesatuan produk
yang terletak pada suatu tempat tertentu yang meletakkan kegiatan untuk menubah
barang-barang secara mekanis atau kimia, sehingga menjadi barang (produk baru
yang sifatnya lebih dekat pada konsumen terakhir), termasuk disini memasang
bahagian dari suatu barang (ansembling).
3. Menurut
G. Kartasapoetra (1987), industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi menjadi barang yang nilainya lebih tinggi.
4. Kuwartojo
(dalam Setyawati, 2002), mendefenisikan industri sebagai kegiatan untuk
menghasilkan barang-barang secara massal, dengan mutu yang bagus untuk kemudian
dijual dan diperdagangkan. Guna menjaga kemassalannya digunakan sejumlah tenaga
kerja dengan peralatan, teknik dan cara serta pola kerja tertentu.
pengertian lain, kata
industri sering disebut sektor industri manufaktur/pengolahan yaitu salah satu
lapangan usaha dalam perhitungan pendapatan
nasional menurut pendekatan produksi (Hastina, 2007). Badan Pusat Statistik
(BPS) mendefinisikan industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang
melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan
tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang
nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada
pemakai akhir.
Selain faktor-faktor
tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut
menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks
kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis
industrinya. Penggolongan yang paling universal ialah berdasarkan International
Standard of Industrial Classification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini
didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis besar
dibedakan kepada sembilan golongan sebagaimana tercantum di bawah ini (Dumairy,
1996) :
1. Industri
makanan, minuman dan tembakau.
2. Industri
tekstil, pakaian jadi dan kulit.
3. Industri
kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga.
4. Industri
kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.
5. Industri
kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik.
6. Industri
barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara.
7. Industri
logam dasar.
8. Industri
barang dari logam, mesin dan peralatannya.
9. Industri
pengolahan lainnya.
Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2013 mengklasifikasikan industri manufaktur kedalam empat golongan
berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu industri besar, industri sedang, industri
kecil, industri rumah tangga
Klasifikasi industri
besar dan sedang merupakan industri yang memiliki modal besar dan atau modal
yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus, sistem administrasi dan manajerial yang tertentu,
dan pemimpin perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and
profer test). Misalnya: industri keramik, industri konveksi, industri
tekstil, indsutri mobil, industri persenjataan, industri besi baja, dan
lain-lain.
Klasifikasi industri
kecil dan rumah tangga merupakan industri yang memiliki modal relatif kecil dan
terbatas, tenaga kerja biasanya berasal dari anggota keluarga dan lingkungan
sekitar, pemilik atau pengelola industri biasanya kepala keluarga. Misalnya:
industri anyaman, industri tahu/tempe, industri batu bata, industri genteng,
industri makanan ringan, dan lain-lain.
Kebijakan “melihat
keluar” sering diidentikkan dengan perdagangan bebas dan kebijakan promosi
ekspor. Sementara itu, kebijakan “melihat kedalam” diartikan kebijakan yang
proteksionis dan lebih menekankan pada substitusi impor (Kuncoro, 2007).
Substitusi impor adalah industri domestik yang membuat barang-barang
menggantikan impor, sedangkan strategi promosi ekspor lebih berorientasi ke
pasar internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri.
Sumber
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../4/Chapter%20II.pdf